Powered By Blogger

Kerudung Hati Buat Ibu

Kerudung Hati Buat Ibu
Mata itu masih terlihat sayu, untuk menatap garis cakrawala yang membentang dan cerahnya sinar mentari pagi. Beker kecil diatas meja dipojok lemari masih berdering  bernyanyi mengaji sunyi. Ku  seret sebuah langkah terayun dengan pelan mendekat jendela bertiarai biru. Dan ku usap butiran kabut dalam beningnya kaca.
Terdengar suara gurau dua orang gadis di luar sana bersama kedua orang tuanya berjalan santai menikmati cerahnya pagi di hari minggu. Awan putih bergulung memayung memberikan senyuman pada insan yang tak berdaya ini. Ku tutup dua bola mataku dan ku bayangkan bahwa mereka adalah aku bersama keluaragaku.
Dari balik pintu ibu mendekat, mencium pipiku dengan lembut lalu ku usap derai air matanya yang mengalir menghiasi kedua lesung pipinya.
“aku tau nak, apa yang engkau harapkan.” Sapa ibu dipagi itu. Sepertinya ibu membaca pikiranku, namun aku tak mau melihat ibu bersedih dengan keadanku sekarang, aku tetap tersenyum untuknya lalu kucium keningnya.
“Bu……, ibu jangan menangis! Sarah baik-baik saja bu. Walaupun sarah tidak bisa seperti mereka, Sarah masih bisa bersyukur karena Sarah punya ibu, ibu yang selalu menjaga Sarah, ibu yang selalu melindungi Sarah, dan ibu yang selalu menyayangi Sarah.”
Masih duduk diam terpaku dengan latar dan alur yang sama, ibu mendorong kursi rodaku menuju halaman rumah, menikmati udara segar dipagi itu.
“Maafin Sarah ya bu! Sarah belum bisa membahagiakan ibu, seperti kakak-kakak Sarah yang lain. Sarah ingin sekali memberikan ibu baju baru, kerudung baru, dari hasil keringat Sarah sendiri.”
“suuuuut…………….., kamu tidak boleh seperti itu Sarah! Kebahagian seorang ibu bukan dari apa yang bisa di berikan anak kepada ibunya.”
“Tapi bu…,”
“Suadahlah……!, mendingan sekarang kita sarapan yu….! bukankah nanti kamu harus minum obat? biar kamu cepat sembuh, biar bisa cepat jalan lagi kaya dulu.” Ibu pun tersenyum untuk aku, memberikan semangat dan sebuah harapan yang agung.
Pengorbanan ibu begitu besar untuk aku, namun sampai sakarang aku belum mampu membalasnya dan mungkin tak akan terbalas.
Sperti biasa, setelah semua pekerjaan dirumah selesai, ibu harus pergi kepasar menjaga kiosnya pak haji. Dari hasil itulah ibu dapat membeli beras dan obat untuk aku. Sedangkan ayah tak pernah pulang semenjak kecelakan menimpa aku yang mengakibatkan kelumpuhan ini. Mungkin ayah tak sanggup membelikan aku obat, atau ayah tidak kuasa meliahat penderitaanku, atau mungkin ayah tinggal bersama istri mudanya seperti yang dibicarakan para tetangga diluar sana. Entahlah, aku tidak tau apa alasanya, yang pasti aku selalu brharap kalau ayah dalam keadaan sehat walafiat.
“Bruuuuum….brummmmm…brummmmmm……” suara mobil mewah terdengar diluar sana, di sore itu ibu belum pulang, tak lama kemudian terdengar suara pintu diketok.
“Tok, tok, tok,….tok, tok, tok……”
Dan aku mendekat pintu itu, dengan dibantu kursi rodaku, “iya sebentar…….”
Lalu kubuka pintu itu, dan terlihat kakak ku bersama suaminya yang kaya raya.
“eh…. Si lumpuh, mana ibu?” (dengan nada yang bengis)
“Ibu belum pulang kak, ada apa ya kak?”
“Ada apa lagi, mau nagih hutang tahu.”
“Ibu punya hutang ya kak?”
”Ya iya lah, emang kamu pikir ibu mampu apa mebeli kursi roda yang mahal itu?
“Ko ibu tidak cerita ya kak? Kalau kursi roda ini……."
“Kursi roda itu, duitnya hasil minjem tolol…, makanya jadi orang jangan hanya nyusahin orang tua! Kerjaannya hanya ngabisisn duit ibu saja.”
”Tapi kak, ini kan bukan mau ku.”
“Emang, tapi coba kamu pikir, kalau dulu kamu nurut sama kakak utuk kerja bareng kakak di Jakarta,  kamu tidak akan ketabrak motor saat kamu pergi ke sekolah, emang kamu mau jadi apa sih? Sekolah itu tidaka akan membuat orang jadi kaya. Sekolah itu hanya buang-buang duit. Diatambah lagi sekarang kamu seprti ini, makin ribet saja kan?”
“Kak sekolah emang tidak menajamin orang bisa hidup kaya, tapi sekolah bisa membuat orang kaya dengan ilmu.
Alah… persetan lo anak kecil, sudah lumpuh, so tahu lagi.”
Plaak…….. (sebuah tamparan mendarat dipipiku).
“Awas kamu ya, kalau kamu berani ngadu sama ibu, kakak akan tuntut ibu ke pengadilan, karena ibu tidak mampu membayar hutang-hutangnya sama kakak.”
“jangan kak, jangan…., kakak jangan lakukan itu!”
Kakak mendorong kursi rodaku dengan keras sampai menabrak sebuah meja tamu dan “bruuuuuk…….” aku  pun tersungkur di sana sampai aku tak sadarkan diri beberapa jam.
Selang beberapa waktu, lalu kutatap jarum jam diatas dinding yang sudah menujukan jam 18:23.  Kakak ku bersama suaminya sudah tak ku lihat lagi disana, sedangkan pintu masih terbuka dan mungkin semilir angin malam itu yang menyadarkan aku dari pinsan.  Sebelum ibu pulang aku segera membereskan pas bunga yang juga terjatuh bersamaku, karena aku tidak mau ibu mengetahui perlakuan kakak yaitu anaknya sendiri terhadap aku.
Tiga puluh menit kemudian ibu datang dengan membaawa dua bungkus nasi kuning, dan malam itu mata ibu terlihat lebih berbinar,  berbeda dengan hari-hari biasanya.
“Sarah…, ibu punya dua kabar gembira buat kamu.”
“Apa tuh bu….?”
“Dari hasil pemeriksaan kamu minggu lalu, dokter bilang kaki kamu sudah mulai membaik nak dan kamu bisa sekolah lagi….., kamu senang kan?”
“Tapi bu, kata Pak Joko Sarah tidak boleh sekolah dulu sebelum uang SPPnya dilunasi dari 6 bulan yang lalu,”
“Suuuuuuu……tt, ibu kan masih punya kabar gembira yang kedua”
“Apa lagi tuh bu?”
“Tadi di Pasar pak haji bilang, dia akan menaikan lagi gajih bulanan ibu, karena selama ibu bekerja di sana, pelanggan pak haji makin banyak, katanya sih ibu dapat menarik perhatian pembeli karena ibu ramah sama mereka. Dan ibu janji akan lunasi uang SPP kamu”
“Yang bener bu……? Makasih ya bu…..”
“Eh tapi omongan pak haji ada benernya juga lo bu….”
“Apa maksudmu?”
“Ibu kan cantik, baik, ramah lagi….,”
“Maksudmu?”
“Iya pastinya orang baik seperti ibu banyak yang suka, jadinya pak haji ke banjiran pembeli deh….”
“Ah kamu bisa saja.”
“Tapi itu kenyataan ko bu….,”
“Ya sudah, mendingan sekarang kita makan dulu yu…..!”
Sebungkus nasi kuning dengan sepotong tempe dan sedikit potongan telur cukup membuat perut kami kenyang. Tak lupa secangkir  teh manis yang mampu menghangatkan tubuh dalam dinginnya udara malam.
”Bu….., Sarah boleh nanya sesuatu?”
“Apa sayang?”
“Kursi roda ini……?”
“Ada apa dengan kursi roda mu?”
“Tadi ka Yarin datang….”
treng…..” ibu melepaskan sendok dan garpunya menghentikan sejenak makannya.
“Kakak mu cerita tentang itu?”
Aku hanya memberi  sebuah anggukan, tanpa berbicara sepatah kata pun.
”Mafin ibu nak….! Ibu tidak cerita sama kamu, karena ibu tidak mau hal itu menjadi bebanmu, biarlah semuanya ibu yang urus.”
“Tapi bu……”
“Ibu sudah bicarakan hal ini dengan kakak mu Dion dan dia insya Allah bisa membantu kita keluar dari masalah ini.”
“Bu…. kak Dion kan bukan orang kaya, kak Dion Cuma seorang supir bu….., untuk menghidupi istri dan anaknya pun sepertinya kurang bu….?”
“Sudahlah Sarah…..! kak Dion emang bukan orang kaya sperti ka Yarin, tapi ka Dion masih bisa mampu membelikan ibu kerudung, baju dan membelikan kamu juga kan.?”
“Tapi bu….? Sarah tidak mau kita selalu tergantung sama ka Dion.”
“Iya…. Ibu tahu nak.”
“Ya sudah, meningan sekarang kamu istirahat! Biar nanti shalat subunhnya tidak kesiangan.”
“Iya bu….”
“Mimpi indah ya sayang!”
Singkat cerita, Seminggu telah berlalu, kaki ku sudah mulai membaik, dan aku mulai meninggalkan kursi roda itu, ibu menggantinya dengan dua buah tongkat, langkah kakiku mulai dibantu dengan kedua tongkat, Hari itu terasa berbeda dari hari biasanya, karena dihari itu aku sudah bisa kembali lagi kesekolah, ada tawa, canda, bersama teman-teman sekolah SMA ku.
Disana tempat aku menimba ilmu, mengejar prestasi, menggapai harapan.
Teman-temanku menyambutku dengan baik, mereka sering membantu aku saat aku membutuhkan bantuan mereka. Ada Ratna yang sering meminjamkan catatannya, karena aku sudah jauh ketinggalan pelajaran,  ada Yudi yang sering membantu aku saat pergi ke kantin sekolah, ada Shinta yang sering membantuku saat aku mau ke kamar mandi.
Mereka begitu berarti dalam hidupku, karena merekalah yang sering mengajarkan aku untuk selalu tegar dalam menjalani segala cobaan.
Dengan keadaanku seperti ini, tak menghentikan semangatku untuk sekolah, demi sebuah cita-cita yang bisa membuat ibu bangga, mungkin dengan jalan seperti ini ibu bisa tersenyum tanpa harus aku bawakan baju baru, ataupun kerudung  baru. Walaupun dalam hati kecilku aku ingin membelikan sebuah kerudung untuk ibu.
Dua minggu mulai berlalu, langkah kakiku semakin membaik, aku mulai melepas satu tongkat kanan ku dan berjalan dengan hanya mengunakan satu tongkat kiri saja. Tidak sampe satu minggu dari satu tongkat aku sudah ingin berjalan tanpa tongkat, dan ternyata aku mampu, walupun langkah kaki ku belum normal.
“Tititit……titititit…..titititit…..titititit….” Seperti biasa dipagi hari si beker mungil membangunkan aku dari terjaganya mimpi.
Hari ini pertama aku pergi ke sekolah dengan tanpa tongkat, walaupun langkahku yang pelan dan kaku tak memadamkan semangat yang menggebu dihati. Hari itu awan mendung memyung sepertinya akan turun hujan. Ibu membekali sebuah jas hujan, dan payung lipat di dalam tas hitam yang dekil.
“kamu yakin nak akan sekolah hari ini?”
“Iya bu……hari ini ada ujian, Sarah tidak mau mengecewakan ibu jika Sarah harus mengulangnya lagi tahun depan”.
“Lalu tongkat ini?”
“bu, Sarah sudah tidak butuh lagi tongkat itu, Sarah yakin Sarah baik-baik saja tanpa tongkat itu.”
Ibu tidak bisa mencegah keinginan Sarah, dia tetap pergi sekolah dengan kakinya yang kaku walaupun awan hitam yang sudah memayung terlihat dipagi itu. Matahari pun tidak berani menampakan diri, tapi semangatnya Sarah tak memudar. Dia terus menyeret langkah kakinya berharap hari ini dia tidak terlambat sampai di Sekolah.
Sesamapi dikelas hujan baru turun, dan petir saling bersahutan.
“Hujannya lebat ya…..?” (yudi tersenyum tanda senang)
“Iya, tapi ko kamu kelihatanya tidak ada rasa takut? Malahan aku lihat kamu senang dengan turunnya hujan ini? “  Tanyaku pada Yudi
“Hujan bagiku adalah berkah”
“Maksud kamu?”
”Sarah kamu beruntung masih punya ibu yang sayang sama kamu.”
“Aku semakin tidak mengerti maksud kamu.”
“Baiklah, akan aku ceritakan siapa diri ku, aku sudah tidak punya orang tua, ibu sudah lama meninggal setelah melahirkan aku, sebelumnya ibu memiliki tekanan darah tinggi pada saat mengandung aku, dan ayah tidak bisa mebawa ibu ke rumah sakit karena tersandung biaya rumah sakit yang sangat mahal, akhirnya ibu tak tertolong. Sedangkan ayah meninggal karena kecelakaan setahun setelah ibu meninggalkan aku. Dan aku sekarang tinggal bersama nenek ku, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain nenek ku. Dan dia lah yang mendidik aku sejak kecil samapi sekarang ini. Walaupun nenek hanya seorang tukang sayur, nenek tak mau kalau cucunya putus sekolah.” Baru kali ini Sarah melihat mata seorang pria  berkaca-kaca memendam kesedihan yang teramat perih.
“Pulang dari sini aku akan pergi ke Asia Plaza”.
“Apa yang akan kamu lakukan disana Yud ? Disanakan hanya untuk tempat orang-orang kaya menghabiskan uang-uang mereka?” (Tanya Sarah pada laki-laki didepannya itu)
”Disana banyak orang yang membutuhkan jasaku”
“Ngojeg, ya ojeg payung… ini lah aku Yudi  si ojeg payung, dari ojeg payung aku bisa sedikit membantu nenek.”
“Aku ikut ya?” ( sarah memintanya dengan semangat)
Ikut? Kamu mau ikut sama aku?
”Haahahahh…. Sarah, Sarah….. disana aku bukan untuk senang-senag, bukan untuk main timezone seperti yang dilakukan anak-anak orang kaya itu. Aku hanya seorang ojeg payung.”
“Aku juga bawa payung,”
“Maksudmu?”
“Ya…ingin nemani kamu, aku juga ingin ngojeg payung, aku ingin membelikan ibu kerudung dari hasil keringatku sendiri.”
“Dengan keadaan mu seperti ini?”
(Yudi menggelengkan kepalanya) “tidak……! Kamu tidak boleh ikut sama aku,”
“Tapi Yud….”
“Maaf Sarah , aku tidak mau teman aku Sakit, aku tidak mau kamu kenapa-napa.”
“Yud, aku janji aku akan baik-baik saja.”
Yudi tidak menghiraukan perkataan Sarah.
Net…..net…..net……” bunyi bel pulang terdengar dengan nyaring
Tak biasanya Yudi langsung lari meninggalkan kelas, sedangkan Sarah berjalan dengan pelan berusaha mengejar Yudi, sambil berteriak “Yudi….Yudi……. tunggu aku!”
Namun Yudi tidak menghiaraukan Sarah, dia terus lari menerjang hujan yang begitu lebat, dan Sarah tak patah semangat untuk mengejar Yudi, dia pun turun dari lorong sekolah menuju gerbang dengan jas hujan yang sudah dikenakannya di kelas tadi. Dia berusaha berlari dengan kaki yang tak normal, ingin mengejar Yudi. Petir masih terus bersahutan, para murid yang lain hanya bisa terdiam dibalik lorong sekolah.
Tiba-tiba, kaki Sarah terkait jas hujan yang dipakainya, sehingga dia tersungkur dengan muka terjatuh diatas pasir yang basah, dan hujun tak juga kunjung reda.
Mendengar suara  jeritan Sarah yang terjatuh diatas pasir dengan kedaan basah kuyup, hati Yudi tak tega melihatnya, sehingga dia berusaha untuk menghentikan larinya dan berbalik arah ingin membantu Sarah.
Kaki kamu belum normal, bagaimana kamu bisa menejual jasa kamu buat orang lain?”
“Tapi yud,…..”
“Sudah jangan kebanyakan tapi…, ayo ikut aku…..!”
Yudi memutuskan mengajak sarah ke Asia Plaza untuk mengojeg payung, walaupun Yudi harus menggandeng Sarah dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya Yudi gunakan untuk memegang payung.
Setelah tiba di depan Asia plaza, Yudi menyuruh Sarah untuk duduk di teras mesjid, sedangkan Yudi menawarkan jasanya ke pengunjung tokok itu.
“Kalau hanya seperti itu, aku juga bisa ” (gerutu Sarah dalam hati)
Ternyata Sarah membuktikan ucapannya itu dengan tindakan dan dia mengikuti Yudi dari belakang. Dengan langkah yang kaku dia menawarkan jasanya pada pengunjung.
“Mbak….ojeg payung mbak…..?”
”Tapi de… kaki kamu kan?”
“Ga apa-apa mbak….. aku bisa jalan ko….”
“Ya sudah….., antar Mbak ke parkiran sana yu…..!”
Yudi menatap Sarah dengan senyuman, terpaku kagum dengan semangatnya. “Ya Tuhan…. Apa yang aku rasakan…? Seperti ada kupu-kupu didalam hati ku ini. Pancaran mata Sarah begitu indah merasuk ke tulang sum-sumku, apa mungkin aku jatuh cinta padanya?” (gerutu Yudi dalam hati).
Sekarang Sarah lebih pintar melobi pengunjung tokok itu untuk menggunakan jasanya, entah iba atau apa? Pengunjung  Asia Plaza lebih banyak menggunakan jasa Sarah daripada ojeg payung yang lainya.
Hujan mulai sedikit reda, banyak para pengunjung yang lari ke palkiran dengan menerobos gerimisnya air yang turun.
Tak terasa jam di dalam masjid sudah menjukan pukul 16:30 dan perut merekapun sudah merasa lapar. Mereka melihat sepotong ayam goreng terigu terkenal dengan sambal tomat yang sedang dimakan oleh anak kecil dibalik kaca  tokok. “Em….. Yami…… “(Sarah menggoyangkan ujung lidahnya.)
“Kamu lapar ya Sar?”
(Sarah memberikan anggukan)
“Kita makan yu….! Tapi uang kita tidak akan cukup untuk membeli satu potong ayam goreng terigu itu. Kita beli nasi bungkus saja yu….!”
Mereka pun singgah diwarung nasi dengan membeli dua bungkus nasi dengan dua potong gorengan ba’wan dan dua buah tahu goreng.
”Ko ba’wan sih Yud?”
“Biar kamu bisa ngerasain enaknya ayam goreng terigu yang tadi kamu lihat di Asia Plaza itu.”
“Caranya?”
“ba’wan ini kan terbuat dari terigu…, jadi kamu tinggal bayangin saja ayam nya…!”
“Akh kamu bisa saja….(tawa mereka terlihar lebih akrab)
Yudi menatap kedua bola mata Sarah yang hitam kelam dengan di hiasai bulu mata yang panjang nan lentik. Sarah pun tersipu malu.
“Yud besok aku boleh ikut kamu ngojeg lagi ya?”
(Yudi hanya mengaguk dengan senyumannya yang indah,)
“Hari ini adalah hari yang indah buat ku” (ucapan sarah yang terlontar ketika dia menahan jatuhnya sisa-sisa air hujan yang terjatuh dari atas genting dengn tangan kanannya.)
“Bukan kamu, tapi kita….”
Sarah membalasnya dengan senyuman, mereka pun beranjak dari warung nasi menuju rumah, menerobos gerimis yang jatuh dari langit.
“Sarah……”
“Mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi……”
“Kenapa Yud, kamu sakit perut ya?”
“Oh tidak…, tapi…….”
(yudi malah berlari meninggalkan Sarah, dia berteriak dalam gerimis dengan berkata, AKU SAYANG KAMU SARAAAAAH…….)
Sarah tersipu malu, senyumnya mengalahkan indahnya senja, dan manisnya melebihi madu hutan.
Lalu Yudi mengantarkan sarah samapi kedepan pintu rumah Sarah, karena jalur rumah mereka satu arah, walaupun jarak rumah Yudi dengna rumah Sarah jauh.
Tiga hari berlalu, Sarah sudah terbiasa dengan aktifitasnya sebagi tukang ojeg payung di depan Asia Plazza sepulang sekolah tanpa sepengetahuan ibunya.
Hari jumat Sarah pulang sekolah lebih awal, dia tak lagi mengojeg payung karena hari itu hujan tak turun dan sepertinya uang Sarah sudah cukup untuk membelikan satu buah kerudung buat ibunya.
“Sar hari ini kamu mau kemana?” Tanya Yudi
“Sarah mau ke Pasar Yud,”
“Mau belanja ya?”
“Tidak, aku hanya mau membeli sebuah kerudung buat ibu.”
“Aku antar ya, tapi sepulang jumatan?”
“Iya…….”
Dengan kaki yang masih terasa kaku untuk melangkah, Sarah berjalan berdua bersama Yudi menju Pasar Cikurubuk, di perjalanan Sarah terdiam sejenak, mungkin kakinya merasa sakit dengan berjalan yang cukup jauh.
“Sarah, kamu tidak apa-apa kan?”
“Tidak ko Yud, aku baik-baik saja”
“Mendingan kita naik becak saja yu….!” Tawar Yudi
“Uang dari mana yud?”
“Biar aku yang bayar”
“Yud nenek kamu lebih membutuhkannya daripada aku.”
“Ya sudah kalau begitu kamu naik saja kepunggung ku !” (tawar Yudi)
Awalnya Sarah menolak tawaran Yudi tapi karena kakinya yang sudah teramat sakit dan Sarah tak bisa menahannya lagi, Sarah pun memutskan untuk naik di atas punggungnya Yudi. Sampai mereka menemukan sebuah tokok tua yang sudah lama tak ada pemiliknya dan mereka beristirahat sejenak disana.
“Kamu tunggu dulu disini ya Sarah!”
“Kamu mau kemana?”
“Sebentar! aku hanya mau membeli air minum, wajah putihmu terlihat pucat, aku tahu pasti kamu haus.”
Yudi meninggalkan Sarah di depan tokok itu, dan tak lama kemudian Yudi membawakan segelas air mineral yang dia beli dari pedagang asongan didekat terminal.
Perjalannanpun mereka lanjutkan menelusuri lorong pasar mencari sebuah jongko yang menyediakan kerudung. Tawar menawarpun terjadi di depan sebuah jongko penjual kerudung. Akhirnya kerudung yang berwarna unggu muda yang dipilih Sarah untuk ibunya.
“Ibu pasti terlihat lebih cantik menggunakan kerudung ini” (Tanya Sarah yang meminta pendapat Yudi).
“Ya iya lah, anaknya saja cantik, apalagi ibunya.”
Dengan bola mata yang hitam bening, bulu mata yang lentik Sarah tersenyum manis, membayangkan kebahagiaan seorang ibu, saat Sarah membelikannya sebuah kerudung.
”Yud aku ingin cepat-cepat sampai rumah”
“Kamu sudah tidak sabar ya, ingin memberikan kerudung itu buat ibu ?”
“Iya, ibu pasti bangga sama aku.”
Sarah menatap lagi kerudung itu yang dibungkus dengan sebuah Koran bekas, dia memeluknya ke dada dan sesekali dia cium, namun tanpa disengaja Sarah melirik sebuh tulisan dalam Koran yang mengingatkan dia pada kakaknya.
SUGONDO TERBUKTI SEBAGAI KORUPTOR DAN ISTRINYA MENDADAK GILA.
Sarah tertarik untuk membacanya lebih lanjut, dan ternyata Sugondo adalah suaminya Yarin yaitu kakak iparnya  dan istrinya yang mendadak gila itu adalah kakaknya sendiri yaitu Yarin yang sering menyiksa Sarah.
Tidak, berita ini pasti bohong kan yud?”
“Ada apa Sarah…..? kamu kenapa?”
Sarah diam seribu bahasa, matanya yang bening mulai berkaca-kaca.
”Sini aku lihat….!”
Yudi pun membaca berita tersebut, ”sudahlah Sarah, kenapa kamu harus menangisi mereka?”
“Bukankah selama ini mereka yang selalu menyiksa kamu?”
“Kamu tidak boleh bicara seperti itu Yud, karena bagaiamanapun juga mereka adalah kakak ku sendiri”
”Ya sudah sekarang kita pulang saja yu….!”
Mereka mengayunkan langkahnya pulang kerumah, sesamapai di depan rumah, terlihat banyak orang yang sedang berkumpul didepan rumah Sarah.
Ada yang sedang menggeregajai kayu-kayu panjang, ada yang sedang menyiapkan sebuah kain kapan dan kapas-kapas serta minyak wangi. Sarah langsung lari dengan langkah kakinya yang kaku,  dan dia melihat sosok ibu yang dia sayangi terkujur kaku dalam peroses pemandian mayat. Inallilahi wainailaihi rajiuun, apa yang terjadai pada ibu ku…….?
Tangisan Sarah pecah mebanjiri rumah kecilnya yang sederhana,  ibu sarah diduga meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya selama ini. para tetangga memeluk Sarah dan memberikan suatu belaian suapaya tenang menghadapi semua ini. Namun belaian itu buakalah belaian ibu Sarah yang selalu memberikan dia kehangatan. Dan Sarah  tidak akan merasakan pelukan serta ciman ibunya lagi.
Sarah tersungkur dalam isak tangisnya dengan memeluk bungkusan kerudung yang sudah dia beli dari pasar tadi siang, lalu dia mendekat pada ibunya yang terkujur kaku dibalut kain kematian, dia kecup keningnya sebagai kecupan penghantar kepergian sang ibu tercinta. Selamat jalan ibu…..! I loveu U ibu.

TAMAT
***


ж(Aku Tegar)ж

Sepolos daun hijau, ku warnai corak pelangi
Tawa, canda, gurau dan peri
Kepergianmu menyayat, menoreh, bahkan mengiris hatiku
Pahit dan getirnya hidup ini
Kepergian untuk selamanya
Menutup mata, menghadap sang kuasa

Aku tetap Tegar
Tidak mencari apa arti hidup
Tapi aku memaknai arti kehidupan
Lewat cinta dan keyakinan

Merajut asa yang ku pendam
Ku seret langkahku tuk jadi satu pemenang
Melangkah dengan pasti
Optimispun selalu dihati

Kematian bukanlah akhir cerita
Tidak pula mematikan semangat




Neng Strjn Collection
http://at3uchuneng-tulistulistulis. Blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar